Bab I
MAKKIY DAN MADANIY
A.
Pengertian Al- Makkiy
dan Al-Madaniy
Ada beberapa definisi tentang al-Makiy dan al-Madaniy yang
diberikan oleh para ulama yang masing-masing berbeda satu sama lain. Perbedaan
ini disebabkan kriteria yang disebabkan oleh perbedaan kriteria yang ditetapkan
untuk menetapkan Makiy atau Madaniy sebuah surat atau ayat.
Ada tiga pendapat yang dikemukakan ulama
tafsir dalam hal ini :
1. Berdasarkan
tempat turunnya suatu ayat.
الْمَكِيُّ مَا نَزَلَ بِمَكَّة وَلَوْ بَعْدَ الهِجَرَةِ وَالمَدَنِيُّ مَا
نَزَلَ بِالمَدِيْنَةِ
“
Makkiyyah ialah suatu ayat yang diturunkan di Mekkah,
sekalipun sesudah hijrah, sedang Madaniyyah ialah yang diturunkan di Madinah”.[1]
Berdasarkan pendapat di atas, Makkiyyah
adalah semua surat atau ayat yang diturunkan di Mekkah dan sekitarnya,
sedangkan Madaniyyah adalah semua surat atau ayat yang turun di Madinah.
Adapun kelemahan rumusan ini adalah
tidak semua ayat Al Qur’an dapat dimasukkan ke dalam kelompok Makkiyyah atau
Madaniyyah. Alasannya karena ada beberapa ayat Al Qur’an yang diturunkan jauh
dari Mekkah atau Madinah.
2.
Berdasarkan sasaran pembicaraan / mukhattab atau
panggilan (seruan) / khittab
الْمَكِيُّ مَا وَقَعَ خِطَابًا لِأَهلِ مَكَةّ وَالمَدَنِيُّ مَا وَقَعَ
خِطَابًا لِأهْلِ المَدِيْنَةِ
“Makkiyyah ialah ayat yang
khittabnya/panggilannya ditujukan kepada penduduk Mekkah, sedang Madaniyah
ialah yang khittabnya ditujukan kepada penduduk Madaniyyah”.[2]
Sayyid
Thontowi menambahkan, sekalipun orang (penduduk Madinah) itu
sudah keluar dari Madinah. Disebut demikian karena mereka itu adalah orang yang
hidup pada zaman diturunkannya Al-Qur’an, dan mereka mengetahui waktu
diturunkannya.[3]
Berdasarkan rumusan di atas, para
ulama menyatakan bahwa setiap ayat atau surat yang dimulai dengan redaksi يا أيها الناس (wahai sekalian manusia) dikategorikan Makkiyyah, karena pada
masa itu penduduk Mekkah pada umumnya masih kufur. Sedangkan ayat atau surat
yang dimulai dengan يا أيها الذين أمنوا (wahai orang-orang yang
beriman) dikategorikan Madaniyyah, karena penduduk Madinah pada waktu itu telah
tumbuh benih-benih iman di dada mereka.
Adapun kelemahan-kelemahan
pada rumusan ini, antara lain:
a.
Tidak semua ayat atau surat di mulai oleh redaksi يا أيها الناس atau يا أيها الذين أمنوا. Maksudnya,
tidak selalu yang menjadi sasaran surat atau ayat penduduk Mekkah atau Madinah.
b.
Tidak semua ayat atau surat di mulai oleh redaksi يا أيها الناس meski Makkiyyah dan yang dimulai dengan redaksi يا أيها الذين أمنوا meski Madaniyyah.
c.
Karena sasaran Al Qur’an sangat bervariasi. Masyarakat
yang menjadi sasaran Al Qur’an tidak
terbatas pada dualisme “manusia” dan yang beriman.
3.
Berdasarkan masa turunnya ayat tersebut
“ Makkiyyah ialah ayat
yang diturunkan sebelum Nabi hijrah ke Madinah, sekalipun turunnya di luar
Mekkah, sedang Madaniyah ialah yang diturunkan sesudah Nabi hijrah, sekalipun
turunnya di Mekkah”.[4]
Surat
atau ayat yang turun pada perjalana hijrah juga termasuk ke dalam Makkiyyah.[5]
Dibanding dua rumusan sebelumnya , tampaknya rumusan al-Makkiy dan al-Madaniy
ini lebih populer karena di anggap tuntas dan memenuhi unsur penyusunan ta’rif
(definisi).
B.
Klasifikasi Ayat-Ayat
dan Surat-Surat Makkiy dan Madaniy
Pada umunya, para ulama membagi
surat-surat al-Qur’an menjadi dua kelompok, yaitu surat-surat Makiyyah dan
Madaniyyah. Mereka berbeda pendapat dalam menetapkan jumlah masing-masing
kelompoknya. Sebagian ulama mengatakan bahwa jumlah surat Makiyyah ada 94 surat, sedangkan Madaniyyah ada 20 surat. Sebagian ulama lain mengatakan bahwa
jumlah surat Makiyyah ada 84 surat, sedangkan
yang Madaniyyah ada 30 surat.
Perbedaan-perbedaan pendapat para
ulama itu dikarenakan adanya sebagian surat yang seluruhnya ayat-ayat Makkiyyah
atau Madaniyyah dan ada sebagian surat lain yang tergolong Makiyyah atau
Madaniyyah, tetapi di dalamnya berisi sedikit ayat yang lain statusnya.
Surat-surat al-Qur’an itu terbagi menjadi empat macam :
1. Surat-surat Makiyyah murni, yaitu surat-surat Makiyyah yang seluruh
ayat-ayatnya juga berstatus Makiyyah semua, tidak ada satupun yang Madaniyyah.
Contoh
: Surat Al-Alaq, Al-Mudatsir, Al-Qiyamah.
2. Surat-surat Madaniyyah murni, yaitu surat-surat Madaniyyah yang
seluruh ayat-ayatnya juga berstatus Madaniyyah semua, tidak ada satupun yang
Makiyyah.
Contoh
: Surat Ali-Imran.
3. Surat-surat Makiyyah yang berisi ayat Madaniyyah, yaitu surat-surat yang sebetulnya
kebanyakan ayat-ayatnya adalah Makiyyah, sehingga berstatus Makiyyah, tetapi di
dalamnya ada sedikit ayatnya yang berstatus Madaniyyah.
Contoh:
Surat Al-A’raf, surat ini tergolong surat makiyyah, kecuali ayat 163
(الْبَحْرِ ةَحَاضِرَكَانَتْ الَّتِي الْقَرْيَةِ عَنِ وَاسْأَلْهُمْ). Karena dhomir pada kata (وَاسْأَلْهُمْ) untuk orang yahudi.
Surat Al-Isra, surat ini tergolong
surat makiyyah, kecuali ayat 85
(الرُّوحِ عَنِ وَيَسْأَلُونَكَ). Ayat ke 85 adalah ayat madaniyyah.
4. Surat-surat Madaniyyah yang berisi ayat Makiyyah, yaitu surat-surat yang sebetulnya
kebnyakan ayat-ayatnya adalah Madaniyyah, sehingga berstatus Madaniyyah, tetapi
di dalamnya ada sedikit ayatnya yang berstatus Makiyyah.
Contoh: Surat
Al-Anfal. Surat ini tergolong surat madaniyyah, kecuali ayat 30
(الْمَاكِرِينَ خَيْرُ وَاللَّهُ اللَّهُ وَيَمْكُرُ وَيَمْكُرُونَ يُخْرِجُوكَ أَوْ يَقْتُلُوكَ أَوْ لِيُثْبِتُوكَ كَفَرُوا الَّذِينَ بِكَ يَمْكُرُ وَإِذْ) yang termasuk ayat makiyyah.
Selain
empat macam di atas. Beberapa ‘Ulama ada yang menambahkan dua macam lagi yaitu:
5.
Ayat yang turun di Mekkah dan hukumnya Madaniyyah.
Contoh : Ayat 13 surat Al-Hujurat dan
Surat Al-Mumtahanah.
6.
Ayat yang turun di Madinah dan hukumnya Makiyyah.
Dua macam
tambahan tersebut merupakan klasifikasi yang muncul dari segi maudhu’. Maka,
seorang mufassir haruslah mengetahui ayat-ayat yang turun di Mekkah mengenai
penduduk Madinah dan ayat-ayat yang turun di Madinah mengenai penduduk Mekkah.[6]
C.
Ciri-Ciri Umum dan Karakteristik Makkiy dan Madaniy
Ciri-ciri
makkiy dan madaniy ini merupakan ciri-ciri yang umumnya atau kebanyakan
terdapat pada ayat-ayat atau surat-surat kelompok makkiy dan madaniy. Bukan
berarti, semua ayat atau surat yang mempunyai ciri-ciri tersebut langsung dapat
dikatakan makkiy atau madaniy.
Diantara tanda-tanda yang masyhur pada ayat-ayat
atau surat-surat Makkiy yaitu:
a. ayat atau suratnya umumnya pendek-pendek, nada perkatannya
keras dan agak bersajak,
b. mengandung seruan yang isinya mengajak kepada ketauhidan,
iman, islam, dan penggambaran surga dan neraka,
c. Menyeru kepada manusia untuk berakhlak mulia, berbuat baik,
dan pindah dari sesuatu yang menyesatkan dan kemunkaran,
d. Perdebatan/diskusi orang-orang musyrik dan penjelasan
kesesatan mereka,
e. Banyak terdapat lafazh-lafazh sumpah,
f.
Menyebutkan
asal-asal syariat yang umum dan adab-adab, dan
g. Menyebutkan kisah para Nabi bersama kaumnya.
Selain ciri-ciri di atas, terdapat
pula ciri-ciri khusus dari makkiy[8],
yaitu:
a. Terdapat bacaan yang menganjurkan untuk sujud tilawah
(terdapat ayat sajdah),
b. Setiap surat
yang di dalamnya terdapat kata كلا Kata ini
dipergunakan untuk memberi peringatan yang tegas dan keras kepada orang-orang
Mekkah yang keras kepala,
c. Setiap surat yang terdapat kalimat النَّاسُ أَيُّهَا يَا adalah surat makiyyah kecuali surat
al-Hajj.
d. Setiap surat
yang di dalamnya terdapat kisah para Nabi dan umat-umat terdahulu termasuk
Makiyyah, kecuali surat al-Baqarah dan Ali ‘Imran yang keduanya termasuk
Madaniyyah. Adapun surat al-Ra’d yang masih diperselisihkan,
e. Setiap surat yang terdapat padanya kisah Adam dan Idris,
terkecuali Al Baqoroh, dan
f.
Diawali huruf tahajjiy seperti Qaf (ق), Nun (ن), haa miim (ﺤﻡ) dan lain-lain,
2.
Ciri-Ciri Umum Madaniy[9]
Diantara tanda-tanda yang masyhur pada
ayat-ayat atau surat-surat Madaniy yaitu:
a. ayat atau suratnya umumnya panjang-panjang
b. menerangkan hukum dengan menggunakan gaya bahasa yang cukup jelas
dan terang
c. Isinya tentang syariat, hukum yang terperinci didalam ibadah
dan muamalah.
Selain ciri-ciri di atas, terdapat
pula ciri-ciri khusus dari madaniy[10],
yaitu:
a. Tiap-tiap surat yang di dalamnya ada keidzinan perang, ada
penerangan tentang hal perang,
b. Seruan untuk berjihad dan penjelasan tentang hukum-hukum
yang berkaitan dengan harta rampasan (ghonimah), faraidh, hak perdataserta adab
membunuh,
c. Menjelaskan kesesatan orang-orang munafik dan keadaannya,
d. Memuat bantahan terhadap Ahlu
Kitab ( Yahudi dan Nasrani).
D. Cara Menentukan
Ayat-Ayat Makkiy dan Madani
Para
ulama berkata bahwa surat/ayat makiyyah dan madaniyyah dapat dikenal melalui
dua cara atau jalan, yaitu :
1. Melalui jalan As-Samaa’i (mendengar dari perkataan orang
Arab)
yaitu setiap surat/ayat yang
ditetapkan melalui jalan khabar (berita) yang shohih bahwa surat/ayat itu turun
di Mekkah atau di Madinah.
2. Melalui jalan Al-Qiyaasi ( mensetarakan )
yaitu setiap surat/ayat yang meliputi suatu masalah tertentu
di Mekkah atau Madinah.
Berkata
Al-Ja’bari : “ Untuk mengenal Makiyyah dan Madaniyyah itu dengan dua jalan,
yaitu simaa’i atau qiyaasi, dan tidak ada keraguan bahwa yang simaa’I itu
disandarkan kepada naqli, dan qiyaasi itu disandarkan kepada akal. Naqli dan
akal itu adalah dua jalan mengetahiu keselamatan, kebenaran, dan pengetahuan”.[11]
3. Melihat segi maudhu’. Maka, seorang mufassir haruslah mengetahui ayat-ayat
yang turun di Mekkah mengenai penduduk Madinah dan ayat-ayat yang turun di
Madinah mengenai penduduk Mekkah.[12]
E. Manfaat dan
Faedah Makiy dan Madaniy[13]
Manfaat dan faedah
mempelajari makkiy dan madani ini banyak sekali. Berikut beberapa diantara
kegunaan makkiy dan madaniy, adalah:
a. mengindentifikasi atas mengenalkan
penetapan hukum dan tempat terjadinya ketentuan Allah. Yaitu tahapan-tahapan
dalam penetapan hukum dengan pendahluan yang asal kepada yang cabang, yang
global kepada yang terperinci,
b.
mengetahui tentang nasakh
dan mansukh, sekalipun ayat itu datang secara bertentangan yang satu di Mekkah
dan yang satu di Madinah, maka dihukumkan menjadi nasakh ayat yang ke dua untuk
yang pertama,
c. mempermudah atau menolong dalam
penafsiran Al-Qur’an,
Sesungguhnya dengan mengetahui tempat
turunnya (makiyyah atau madaniyyah) dapat
membantu dalam memahami ayat dan tafsirannya secara benar.
d. menguji coba gaya pengungkapan
Al-Qur’an dan faidah-faidahnya, dalam cara berdakwah menyeru agama Allah,
e. terdapatnya siiroh nabawiyyah diantara ayat-ayat Al-Qur’an,
f.
meningkatkan keyakinan kita terhadap kebesaran,
kesucian, dan keaslian al-Qur’an, karena melihat besarnya perhatian umat islam
sejak turunnya terhadap hal-hal yang berhubungan dengan al-Qur’an, sampai
hal-hal yang sedetail-detailnya; sehingga mengetahui ayat-ayat yang mana turun
sebelum hijrah dan sesudahnya; ayat-ayat yang diturunkan pada waktu Nabi berada
di kota tempat tinggalnya (domisilinya) dan ayat yang turun pada waktu Nabi
sedang dalam bepergian atau perjalanan; ayat-ayat yang turun pada malam hari
dan siang hari; dan ayat-ayat yang turun pada musim panas dan musim dingin dan
sebagainya, dan
g. mengetahui situasi dan kondisi lingkungan masyarakat pada
waktu turunnya Al Qur’an, khususnya masyarakat Makkah dan Madinah.
Bab
III
Kesimpulan
Pengetahuan tentang ayat-ayat Mekkah dan Madinah merupakan
bagian yang terpenting dalam ‘Ulum Qur’an.
Hal ini bukan saja merupakan kepentingan kesejarahan melainkan juga untuk
memahami dan menafsirkan ayat-ayat yang bersangkutan.
Sebagaian surat di dalam al-Qur’an berisi ayat-ayat dari
kedua periode tersebut dan dalam beberapa hal muncul perbedaan pendapat dari
kalangan para ulama tentang klasifikasi ayat-ayat tertentu. Bagaimanapun juga
secara keseluruhan memang sudah berhasil disusun suatu pola pemisahan (pembagian)
yang sudah mapan, dan telah digunakan secara meluas secara ilmu tafsir, dan
dijabarkan dari bukti-bukti internal yang ada dalam teks al-Quran itu sendiri.
Definisi atau pengertian Makkiy dan Madaniy
oleh para ahli tafsir meliputi berdasarkan
tempat turunnya suatu ayat, berdasarkan
mukhattab (sasaran pembicaraan) atau khittab (panggilan) dalam ayat tersebut, dan
berdasarkan masa turunnya ayat tersebut.
Surat-surat al-Qur’an itu terbagi menjadi empat macam
antara lain : Surat-surat Makiyyah murni, Surat-surat Madaniyyah murni,
Surat-surat Makiyyah yang berisi ayat Madaniyyah, Surat-surat Madaniyyah yang
berisi ayat Makiyyah. Ditambah dua yaitu Ayat yang turun di
Mekkah dan hukumnya Madaniyyah dan Ayat yang turun di Madinah dan hukumnya
Makiyyah.
Karakteristik/cirri-ciri umum dan khusus surat dan ayat-ayat
Al-Qur’an ini terbagi menjadi dua yaitu karakteristik Makkiy dan karakteristik
Madaniy.
Adapun kegunaan mempelajari Ilmu ini
antara lain agar dapat membedakan ayat-ayat nasikh dan mansukh, agar dapat
mengetahui sejarah hukum Islam dan tahapan-tahapannya secara umum, mendorong
keyakinan yang kuat, agar mengetahui fase-fase dakwah Islamiyah yang telah
ditempuh oleh Al-Qur’an secaa bertahap, agar dapat mengetahui keadaan
lingkungan, situasi, dan kondisi masyarakat pada waktu turun ayat-ayat
Al-Qur’an, agar mengetahui gaya bahasanya yang berbeda-beda, dll.
Penutup
Demikianlah
pembahasan kami selaku penyusun tentang Ilmu Makkiy dan Madaniy.
Semoga apa yang kami
sajikan dapat bermanfaat bagi pembaca sekalian.
Sekali
lagi kami mengingatkan, jikalau dalam makalah ini terdapat kekurangan atau
kecacatan baik itu kesalahan dalam materi/isi pembahasan, ataupun
kesalahan-kesalahan dalam pengetikan kata-kata ataupun juga kesalahan dalam
tata cara penulisan dan kaidah yang semuanya berhubungan dengan makalah, mulai
dari pendahuluan, footnote, sampai daftar pustaka, kami dengan senang hati
menerima kritik dan saran dari saudara pembaca.
Wassalam
DAFTAR PUSTAKA
Abu Syahbah, Muhammad ibn Muhammad.
1992. Al-Madkholu Li Dirasati Al-Qur’an
Al-Karim. Mesir : Makatabah Sunnah.
Abu Zaid, Nasir Hamid. 2002. Kritik terhadap ‘Ulumul Qur-an (Mafhum an
Nash Dirasah fi ‘Ulumil Qur-an) cet II. Yogyakarka: LKiS.
Al-Qaththan, Manaa’. Mabahits Fi Ulum Al-Qur’an. Daar
Ar-Rusydi.
As Shiddieqy, TM. Hasbi. Ilmu-Ilmu Al Qur’an Media Pokok dalam
Menafsirkan Al Qur-an. Jakarta: Bulan Bintang.
As Shuyuthi, Jalaluddin . Al Itqon fi ‘Ulumil Qur-an Juz I.
Az Zarkasyi, Al Burhan fi ‘Ulumil Qur-an Juz I.
Ishom Yasqi, Muhammad. Uslub Al-Qur’an Al-Karim. Jakarta: Daar
Al-Ilmi.
Rafiq, Aunur. 2011. Pengantar
Studi Ilmu Al Qur-an. Jakarta: Pustaka Al Kautsar.
Shabbagh, Muhammad. 1974. Lamhat
fi ‘Ulumil Qur-an. Beirut: Al Maktab al Islamy.
Thontowi, Muhammad Sayyid. Mabahits fi ulumil Qur-an. Mesir : Daar As-Syuruq.
[1] Jalaluddin
As Shuyuthi, Al Itqon fi ‘Ulumil Qur-an
Juz I, hlm. 13 Az Zarkasyi, Al Burhan fi ‘Ulumil Qur-an Juz I, hlm. 187-
188 Lih. Muhammad Shabbagh, Lamhat fi ‘Ulumil Qur-an (Beirut: Al Maktab al Islamy, 1974), hlm.
99 dan Muhammad
‘Ishom Yasqi, Usluub Al-Qur’an Karim, (Jakarta : Darul
‘Ilmi), hlm. 51
[2] Az
Zarkasyi, loc.cit Lih. Muhammad Shabbagh, loc.cit. juga As
Shuyuthi. loc.cit.
[3] Muhammad
Sayyid Thontowi, Mabahits fi ulumil Qur-an,
(Mesir : Daar As-Syuruq), hlm. 27
[4] As
Shuyuthi, op.cit., hlm. 14 Lihat juga Muhammad Shabbagh, loc.cit. dan Nasir Hamid Abu
Zaid, Kritik terhadap ‘Ulumul
Qur-an (Mafhum an Nash Dirasah fi ‘Ulumil
Qur-an) cet II, (Yogyakarka: LKiS, 2002), hlm. 7 juga Az Zarkasyi, op.cit.
[5]
Muhammad ibn Muhammad Abu Syahbah, Al-Madkholu
Li Dirasati Al-Qur’an Al-Karim, (Mesir : Maktabah
Sunnah,1992),
hlm. 199
[6]
TM. Hasbi As Shiddieqy, Ilmu-Ilmu Al
Qur’an Media Pokok dalam Menafsirkan Al Qur-an, (Jakarta: Bulan Bintang),
hlm. 69
[7] Aunur
Rafiq el Mazni, Pengantar Studi Ilmu Al
Qur-an, (Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 2011), hlm. 75
Lih. juga TM. Hasbi As Shiddieqy, op.cit., hlm. 83 Lih. Muhammad Shabbagh, op.cit., hlm. 99
[8] Jalaluddin
As Shuyuthi, op.cit., hlm. 29 Lihat juga TM. Has Hasbi As Shiddieqy, op.cit., hlm. 82
[9]
Ibid. hlm. 84 Lih. Muhammad Shobbagh, op.cit., hlm. 100
[10] Ibid., hlm. 83-84 (Hasbi As Shiddieqy)
[13]
Muhammad Shabbagh, op.cit., hlm. 101