Halaman

Minggu, 01 April 2018

Ayat Makkiy dan Madaniy



Bab I
MAKKIY DAN MADANIY
A.       Pengertian Al- Makkiy dan Al-Madaniy
Ada beberapa definisi tentang al-Makiy dan al-Madaniy yang diberikan oleh para ulama yang masing-masing berbeda satu sama lain. Perbedaan ini disebabkan kriteria yang disebabkan oleh perbedaan kriteria yang ditetapkan untuk menetapkan Makiy atau Madaniy sebuah surat atau ayat.
Ada tiga pendapat yang dikemukakan ulama tafsir dalam hal ini :
1.      Berdasarkan tempat turunnya suatu ayat.
الْمَكِيُّ مَا نَزَلَ بِمَكَّة وَلَوْ بَعْدَ الهِجَرَةِ وَالمَدَنِيُّ مَا نَزَلَ بِالمَدِيْنَةِ
Makkiyyah ialah suatu ayat yang diturunkan di Mekkah, sekalipun sesudah hijrah, sedang Madaniyyah ialah yang diturunkan di Madinah”.[1]
            Berdasarkan pendapat di atas, Makkiyyah adalah semua surat atau ayat yang diturunkan di Mekkah dan sekitarnya, sedangkan Madaniyyah adalah semua surat atau ayat yang turun di Madinah.
            Adapun kelemahan rumusan ini adalah tidak semua ayat Al Qur’an dapat dimasukkan ke dalam kelompok Makkiyyah atau Madaniyyah. Alasannya karena ada beberapa ayat Al Qur’an yang diturunkan jauh dari Mekkah atau Madinah.
2.    Berdasarkan sasaran pembicaraan / mukhattab atau panggilan (seruan) / khittab
الْمَكِيُّ مَا وَقَعَ خِطَابًا لِأَهلِ مَكَةّ وَالمَدَنِيُّ مَا وَقَعَ خِطَابًا لِأهْلِ المَدِيْنَةِ
Makkiyyah ialah ayat yang khittabnya/panggilannya ditujukan kepada penduduk Mekkah, sedang Madaniyah ialah yang khittabnya ditujukan kepada penduduk Madaniyyah”.[2]
        Sayyid Thontowi menambahkan, sekalipun orang (penduduk Madinah) itu sudah keluar dari Madinah. Disebut demikian karena mereka itu adalah orang yang hidup pada zaman diturunkannya Al-Qur’an, dan mereka mengetahui waktu diturunkannya.[3]
        Berdasarkan rumusan di atas, para ulama menyatakan bahwa setiap ayat atau surat yang dimulai dengan redaksi يا أيها الناس (wahai sekalian manusia) dikategorikan Makkiyyah, karena pada masa itu penduduk Mekkah pada umumnya masih kufur. Sedangkan ayat atau surat yang dimulai dengan يا أيها الذين أمنوا  (wahai orang-orang yang beriman) dikategorikan Madaniyyah, karena penduduk Madinah pada waktu itu telah tumbuh benih-benih iman di dada mereka.
        Adapun kelemahan-kelemahan  pada rumusan ini, antara lain:
a.        Tidak semua ayat atau surat di mulai oleh redaksi يا أيها الناس atau يا أيها الذين أمنوا. Maksudnya, tidak selalu yang menjadi sasaran surat atau ayat penduduk Mekkah atau Madinah.
b.        Tidak semua ayat atau surat di mulai oleh redaksi يا أيها الناس meski Makkiyyah dan yang dimulai dengan redaksi يا أيها الذين أمنوا  meski Madaniyyah.
c.         Karena sasaran Al Qur’an sangat bervariasi. Masyarakat yang menjadi  sasaran Al Qur’an tidak terbatas pada dualisme “manusia” dan yang beriman.
3.      Berdasarkan masa turunnya ayat tersebut


“ Makkiyyah ialah ayat yang diturunkan sebelum Nabi hijrah ke Madinah, sekalipun turunnya di luar Mekkah, sedang Madaniyah ialah yang diturunkan sesudah Nabi hijrah, sekalipun turunnya di Mekkah”.[4]
         Surat atau ayat yang turun pada perjalana hijrah juga termasuk ke dalam Makkiyyah.[5] Dibanding dua rumusan sebelumnya , tampaknya rumusan al-Makkiy dan al-Madaniy ini lebih populer karena di anggap tuntas dan memenuhi unsur penyusunan ta’rif (definisi).

B.      Klasifikasi Ayat-Ayat dan Surat-Surat Makkiy dan Madaniy
Pada umunya, para ulama membagi surat-surat al-Qur’an menjadi dua kelompok, yaitu surat-surat Makiyyah dan Madaniyyah. Mereka berbeda pendapat dalam menetapkan jumlah masing-masing kelompoknya. Sebagian ulama mengatakan bahwa jumlah surat Makiyyah ada 94 surat, sedangkan Madaniyyah ada 20 surat. Sebagian ulama lain mengatakan bahwa jumlah surat Makiyyah ada 84 surat, sedangkan yang Madaniyyah ada 30 surat.
Perbedaan-perbedaan pendapat para ulama itu dikarenakan adanya sebagian surat yang seluruhnya ayat-ayat Makkiyyah atau Madaniyyah dan ada sebagian surat lain yang tergolong Makiyyah atau Madaniyyah, tetapi di dalamnya berisi sedikit ayat yang lain statusnya. Surat-surat al-Qur’an itu terbagi menjadi empat macam :
1.      Surat-surat Makiyyah murni, yaitu surat-surat Makiyyah yang seluruh ayat-ayatnya juga berstatus Makiyyah semua, tidak ada satupun yang Madaniyyah.
Contoh : Surat Al-Alaq, Al-Mudatsir, Al-Qiyamah.
2.      Surat-surat Madaniyyah murni, yaitu surat-surat Madaniyyah yang seluruh ayat-ayatnya juga berstatus Madaniyyah semua, tidak ada satupun yang Makiyyah.
Contoh : Surat Ali-Imran.
3.      Surat-surat Makiyyah yang berisi ayat Madaniyyah, yaitu surat-surat yang sebetulnya kebanyakan ayat-ayatnya adalah Makiyyah, sehingga berstatus Makiyyah, tetapi di dalamnya ada sedikit ayatnya yang berstatus Madaniyyah.
Contoh: Surat Al-A’raf, surat ini tergolong surat makiyyah, kecuali ayat 163
 (الْبَحْرِ ةَحَاضِرَكَانَتْ الَّتِي الْقَرْيَةِ عَنِ وَاسْأَلْهُمْ). Karena dhomir pada kata (وَاسْأَلْهُمْ) untuk orang yahudi.
Surat Al-Isra, surat ini tergolong surat makiyyah, kecuali ayat 85
(الرُّوحِ عَنِ وَيَسْأَلُونَكَ). Ayat ke 85 adalah ayat madaniyyah.
4.      Surat-surat Madaniyyah yang berisi ayat Makiyyah, yaitu surat-surat yang sebetulnya kebnyakan ayat-ayatnya adalah Madaniyyah, sehingga berstatus Madaniyyah, tetapi di dalamnya ada sedikit ayatnya yang berstatus Makiyyah.
Contoh: Surat Al-Anfal. Surat ini tergolong surat madaniyyah, kecuali ayat 30
(الْمَاكِرِينَ خَيْرُ وَاللَّهُ اللَّهُ وَيَمْكُرُ وَيَمْكُرُونَ يُخْرِجُوكَ أَوْ يَقْتُلُوكَ أَوْ لِيُثْبِتُوكَ كَفَرُوا الَّذِينَ بِكَ يَمْكُرُ وَإِذْ) yang termasuk ayat makiyyah.
Selain empat macam di atas. Beberapa ‘Ulama ada yang menambahkan dua macam lagi yaitu:
5.      Ayat yang turun di Mekkah dan hukumnya Madaniyyah.
Contoh : Ayat 13 surat Al-Hujurat dan Surat Al-Mumtahanah.
6.      Ayat yang turun di Madinah dan hukumnya Makiyyah.

Dua macam tambahan tersebut merupakan klasifikasi yang muncul dari segi maudhu’. Maka, seorang mufassir haruslah mengetahui ayat-ayat yang turun di Mekkah mengenai penduduk Madinah dan ayat-ayat yang turun di Madinah mengenai penduduk Mekkah.[6]

C.      Ciri-Ciri Umum dan Karakteristik Makkiy dan Madaniy
Ciri-ciri makkiy dan madaniy ini merupakan ciri-ciri yang umumnya atau kebanyakan terdapat pada ayat-ayat atau surat-surat kelompok makkiy dan madaniy. Bukan berarti, semua ayat atau surat yang mempunyai ciri-ciri tersebut langsung dapat dikatakan makkiy atau madaniy.
1.      Ciri-Ciri Umum Makkiy[7]
Diantara tanda-tanda yang masyhur pada ayat-ayat atau surat-surat Makkiy yaitu:
a.      ayat atau suratnya umumnya pendek-pendek, nada perkatannya keras dan agak bersajak,
b.      mengandung seruan yang isinya mengajak kepada ketauhidan, iman, islam, dan penggambaran surga dan neraka,
c.       Menyeru kepada manusia untuk berakhlak mulia, berbuat baik, dan pindah dari sesuatu yang menyesatkan dan kemunkaran,
d.      Perdebatan/diskusi orang-orang musyrik dan penjelasan kesesatan mereka,
e.      Banyak terdapat lafazh-lafazh sumpah,
f.        Menyebutkan asal-asal syariat yang umum dan adab-adab, dan
g.      Menyebutkan kisah para Nabi bersama kaumnya.

Selain ciri-ciri di atas, terdapat pula ciri-ciri khusus dari makkiy[8], yaitu:
a.      Terdapat bacaan yang menganjurkan untuk sujud tilawah (terdapat ayat sajdah),
b.      Setiap surat yang di dalamnya terdapat kata كلا Kata ini dipergunakan untuk memberi peringatan yang tegas dan keras kepada orang-orang Mekkah yang keras kepala,
c.       Setiap surat yang terdapat kalimat النَّاسُ أَيُّهَا يَا adalah surat makiyyah kecuali surat al-Hajj.
d.      Setiap surat yang di dalamnya terdapat kisah para Nabi dan umat-umat terdahulu termasuk Makiyyah, kecuali surat al-Baqarah dan Ali ‘Imran yang keduanya termasuk Madaniyyah. Adapun surat al-Ra’d yang masih diperselisihkan,
e.      Setiap surat yang terdapat padanya kisah Adam dan Idris, terkecuali Al Baqoroh, dan
f.        Diawali huruf tahajjiy seperti Qaf (ق), Nun (ن), haa miim (ﺤﻡ) dan lain-lain,
2.      Ciri-Ciri Umum Madaniy[9]
Diantara tanda-tanda yang masyhur pada ayat-ayat atau surat-surat Madaniy yaitu:
a.      ayat atau suratnya umumnya panjang-panjang
b.      menerangkan hukum dengan menggunakan gaya bahasa yang cukup jelas dan terang
c.       Isinya tentang syariat, hukum yang terperinci didalam ibadah dan muamalah.

Selain ciri-ciri di atas, terdapat pula ciri-ciri khusus dari madaniy[10], yaitu:
a.      Tiap-tiap surat yang di dalamnya ada keidzinan perang, ada penerangan tentang hal perang,
b.      Seruan untuk berjihad dan penjelasan tentang hukum-hukum yang berkaitan dengan harta rampasan (ghonimah), faraidh, hak perdataserta adab membunuh,
c.       Menjelaskan kesesatan orang-orang munafik dan keadaannya,
d.      Memuat bantahan terhadap Ahlu Kitab ( Yahudi dan Nasrani).

D.     Cara Menentukan Ayat-Ayat Makkiy dan Madani
Para ulama berkata bahwa surat/ayat makiyyah dan madaniyyah dapat dikenal melalui dua cara atau jalan, yaitu :
1.    Melalui jalan As-Samaa’i (mendengar dari perkataan orang Arab)
yaitu setiap surat/ayat yang ditetapkan melalui jalan khabar (berita) yang shohih bahwa surat/ayat itu turun di Mekkah atau di Madinah.
2.    Melalui jalan Al-Qiyaasi ( mensetarakan )
yaitu setiap surat/ayat yang meliputi suatu masalah tertentu di Mekkah atau Madinah.
Berkata Al-Ja’bari : “ Untuk mengenal Makiyyah dan Madaniyyah itu dengan dua jalan, yaitu simaa’i atau qiyaasi, dan tidak ada keraguan bahwa yang simaa’I itu disandarkan kepada naqli, dan qiyaasi itu disandarkan kepada akal. Naqli dan akal itu adalah dua jalan mengetahiu keselamatan, kebenaran, dan pengetahuan”.[11]
3.    Melihat segi maudhu’. Maka, seorang mufassir haruslah mengetahui ayat-ayat yang turun di Mekkah mengenai penduduk Madinah dan ayat-ayat yang turun di Madinah mengenai penduduk Mekkah.[12]

E.      Manfaat dan Faedah Makiy dan Madaniy[13]
Manfaat dan faedah mempelajari makkiy dan madani ini banyak sekali. Berikut beberapa diantara kegunaan makkiy dan madaniy, adalah:
a.      mengindentifikasi atas mengenalkan penetapan hukum dan tempat terjadinya ketentuan Allah. Yaitu tahapan-tahapan dalam penetapan hukum dengan pendahluan yang asal kepada yang cabang, yang global kepada yang terperinci,
b.      mengetahui tentang nasakh dan mansukh, sekalipun ayat itu datang secara bertentangan yang satu di Mekkah dan yang satu di Madinah, maka dihukumkan menjadi nasakh ayat yang ke dua untuk yang pertama,
c.       mempermudah atau menolong dalam penafsiran Al-Qur’an,
Sesungguhnya dengan mengetahui tempat turunnya (makiyyah atau madaniyyah) dapat membantu dalam memahami ayat dan tafsirannya secara benar.
d.      menguji coba gaya pengungkapan Al-Qur’an dan faidah-faidahnya, dalam cara berdakwah menyeru agama Allah,
e.      terdapatnya siiroh nabawiyyah diantara ayat-ayat Al-Qur’an,
f.        meningkatkan keyakinan kita terhadap kebesaran, kesucian, dan keaslian al-Qur’an, karena melihat besarnya perhatian umat islam sejak turunnya terhadap hal-hal yang berhubungan dengan al-Qur’an, sampai hal-hal yang sedetail-detailnya; sehingga mengetahui ayat-ayat yang mana turun sebelum hijrah dan sesudahnya; ayat-ayat yang diturunkan pada waktu Nabi berada di kota tempat tinggalnya (domisilinya) dan ayat yang turun pada waktu Nabi sedang dalam bepergian atau perjalanan; ayat-ayat yang turun pada malam hari dan siang hari; dan ayat-ayat yang turun pada musim panas dan musim dingin dan sebagainya, dan
g.      mengetahui situasi dan kondisi lingkungan masyarakat pada waktu turunnya Al Qur’an, khususnya masyarakat Makkah dan Madinah.

Bab III
Kesimpulan
Pengetahuan tentang ayat-ayat Mekkah dan Madinah merupakan bagian yang terpenting dalam ‘Ulum Qur’an. Hal ini bukan saja merupakan kepentingan kesejarahan melainkan juga untuk memahami dan menafsirkan ayat-ayat yang bersangkutan.
Sebagaian surat di dalam al-Qur’an berisi ayat-ayat dari kedua periode tersebut dan dalam beberapa hal muncul perbedaan pendapat dari kalangan para ulama tentang klasifikasi ayat-ayat tertentu. Bagaimanapun juga secara keseluruhan memang sudah berhasil disusun suatu pola pemisahan (pembagian) yang sudah mapan, dan telah digunakan secara meluas secara ilmu tafsir, dan dijabarkan dari bukti-bukti internal yang ada dalam teks al-Quran itu sendiri.
Definisi atau pengertian Makkiy dan Madaniy oleh para ahli tafsir meliputi berdasarkan tempat turunnya suatu ayat, berdasarkan mukhattab (sasaran pembicaraan) atau khittab (panggilan) dalam ayat tersebut, dan berdasarkan masa turunnya ayat tersebut.
Surat-surat al-Qur’an itu terbagi menjadi empat macam antara lain : Surat-surat Makiyyah murni, Surat-surat Madaniyyah murni, Surat-surat Makiyyah yang berisi ayat Madaniyyah, Surat-surat Madaniyyah yang berisi ayat Makiyyah. Ditambah dua yaitu Ayat yang turun di Mekkah dan hukumnya Madaniyyah dan Ayat yang turun di Madinah dan hukumnya Makiyyah.
Karakteristik/cirri-ciri umum dan khusus surat dan ayat-ayat Al-Qur’an ini terbagi menjadi dua yaitu karakteristik Makkiy dan karakteristik Madaniy.
Adapun kegunaan mempelajari Ilmu ini antara lain agar dapat membedakan ayat-ayat nasikh dan mansukh, agar dapat mengetahui sejarah hukum Islam dan tahapan-tahapannya secara umum, mendorong keyakinan yang kuat, agar mengetahui fase-fase dakwah Islamiyah yang telah ditempuh oleh Al-Qur’an secaa bertahap, agar dapat mengetahui keadaan lingkungan, situasi, dan kondisi masyarakat pada waktu turun ayat-ayat Al-Qur’an, agar mengetahui gaya bahasanya yang berbeda-beda, dll.

Penutup
                            Demikianlah pembahasan kami selaku penyusun tentang Ilmu Makkiy dan Madaniy.
Semoga apa yang kami sajikan dapat bermanfaat bagi pembaca sekalian.
Sekali lagi kami mengingatkan, jikalau dalam makalah ini terdapat kekurangan atau kecacatan baik itu kesalahan dalam materi/isi pembahasan, ataupun kesalahan-kesalahan dalam pengetikan kata-kata ataupun juga kesalahan dalam tata cara penulisan dan kaidah yang semuanya berhubungan dengan makalah, mulai dari pendahuluan, footnote, sampai daftar pustaka, kami dengan senang hati menerima kritik dan saran dari saudara pembaca.
Wassalam







                               

DAFTAR PUSTAKA
Abu Syahbah, Muhammad ibn Muhammad. 1992. Al-Madkholu Li Dirasati Al-Qur’an Al-Karim. Mesir : Makatabah Sunnah.
Abu Zaid, Nasir Hamid. 2002. Kritik terhadap ‘Ulumul Qur-an (Mafhum an Nash Dirasah fi ‘Ulumil Qur-an) cet II. Yogyakarka: LKiS.
Al-Qaththan, Manaa’. Mabahits Fi Ulum Al-Qur’an. Daar Ar-Rusydi.
As Shiddieqy, TM. Hasbi. Ilmu-Ilmu Al Qur’an Media Pokok dalam Menafsirkan Al Qur-an. Jakarta: Bulan Bintang.
As Shuyuthi, Jalaluddin . Al Itqon fi ‘Ulumil Qur-an Juz I.
Az Zarkasyi, Al Burhan fi ‘Ulumil Qur-an Juz I.
Ishom Yasqi, Muhammad. Uslub Al-Qur’an Al-Karim. Jakarta: Daar Al-Ilmi.
Rafiq, Aunur.  2011. Pengantar Studi Ilmu Al Qur-an. Jakarta: Pustaka Al Kautsar.
Shabbagh, Muhammad. 1974. Lamhat fi ‘Ulumil Qur-an. Beirut: Al Maktab al Islamy.
Thontowi, Muhammad Sayyid. Mabahits fi ulumil Qur-an. Mesir : Daar As-Syuruq.



[1] Jalaluddin As Shuyuthi, Al Itqon fi ‘Ulumil Qur-an Juz I, hlm. 13   Az Zarkasyi, Al Burhan fi ‘Ulumil Qur-an Juz I, hlm. 187-
  188  Lih. Muhammad Shabbagh, Lamhat fi ‘Ulumil Qur-an (Beirut: Al Maktab al Islamy, 1974), hlm. 99  dan Muhammad
  ‘Ishom Yasqi, Usluub Al-Qur’an Karim, (Jakarta : Darul ‘Ilmi), hlm. 51
[2] Az Zarkasyi, loc.cit  Lih. Muhammad Shabbagh, loc.cit. juga As Shuyuthi. loc.cit.
[3] Muhammad Sayyid Thontowi, Mabahits fi ulumil Qur-an, (Mesir : Daar As-Syuruq), hlm. 27
[4] As Shuyuthi, op.cit., hlm. 14 Lihat juga Muhammad Shabbagh, loc.cit.  dan Nasir Hamid Abu Zaid, Kritik terhadap ‘Ulumul
  Qur-an (Mafhum an Nash Dirasah fi ‘Ulumil Qur-an) cet II, (Yogyakarka: LKiS, 2002), hlm. 7    juga     Az Zarkasyi, op.cit.
[5] Muhammad ibn Muhammad Abu Syahbah, Al-Madkholu Li Dirasati Al-Qur’an Al-Karim, (Mesir : Maktabah
   Sunnah,1992), hlm. 199

[6] TM. Hasbi As Shiddieqy, Ilmu-Ilmu Al Qur’an Media Pokok dalam Menafsirkan Al Qur-an, (Jakarta: Bulan Bintang),
  hlm. 69
[7] Aunur Rafiq el Mazni, Pengantar Studi Ilmu Al Qur-an, (Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 2011), hlm. 75   
   Lih. juga TM. Hasbi As Shiddieqy, op.cit., hlm. 83  Lih. Muhammad Shabbagh, op.cit., hlm. 99
[8] Jalaluddin As Shuyuthi, op.cit., hlm. 29   Lihat juga TM. Has Hasbi As Shiddieqy, op.cit., hlm. 82
[9] Ibid. hlm. 84  Lih. Muhammad Shobbagh, op.cit., hlm. 100
[10] Ibid., hlm. 83-84 (Hasbi As Shiddieqy)
[11] Manna’ Al-Qaththan, Mabahits Fi Ulum Al-Qur’an, (Daar Ar-Rusydi ), hlm. 61
[12] TM. Hasbi As Shiddieqy, op.cit., hlm. 69
[13] Muhammad Shabbagh, op.cit., hlm. 101